Senin, 22 Mei 2017

Sejarah, Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Filsafat

BAB III
SEJARAH, ONTOLOGI, EPISTEMOLLOGI DAN AKSIOLOGI DALAM FILSAFAT
1.      Sejarah Filsafat
Filsafat  ilmu berasal  dari  zaman  Yunani  Kuno,  di  mana  filsafat ilmu lahir karena munculnya sebuah pengetahuan dari Barat. Akan tetapi, pada  perkembangannya ternyata  ilmu  pengetahuan di  abad ke-17 mengalami perpecahan, di mana ilmu dan filsafat berdiri sendiri. 
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa sebelum abad  ke-17 ilmu  identik  dengan filsafat. Pendapat  tersebut  sejalan  dengan pemikiran Van Peursen (1985)  yang mengemukakan bahwa dahulu   ilmu   merupakan   bagian   dari   filsafat, sehingga   definisi  tentang  ilmu bergantung  pada  sistem  filsafat  yang  dianut.
Koento Wibisono menyatakan bahwa filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya  suatu  konfigurasi  dengan  menunjukkan  bagaimana  “pohon  ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur.
Seiring  dengan  berkembangnya  ilmu  pengetahuan  dapat  dipahami    bahwa  para filsuf  Yunani  Kuno  ternyata  telah  merintis  tentang pengertian   apa   itu   filsafat   ilmu   dan   bagaimana   ilmu  pengetahuan itu harus diletakkan? Ilmu pengetahuan menampakkan diri  sebagai  masyarakat,  sebagai  proses  dan  sebagai  produk,  di  mana  kaidah-kaidah  ilmu  pengetahuan  itu  dikatakan  oleh  Robert  Merton  adalah  universalisme, komunalisme, disinterestedness dan skeptisisme yang terarah (Wibisono, 2009:2).
Filsafat  dan  ilmu  adalah  dua  kata  yang  saling  terkait,  baik  secara  substansial  maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pada perkembangannya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang  membutuhkan  pendekatan,  sifat,  objek,  tujuan  dan  ukuran  yang  berbeda  antara  disiplin ilmu  yang  satu  dengan  yang  lainnya. Pembahasan  filsafat  ilmu  sangat  penting karena  akan mendorong  manusia  untuk  lebih  kreatif  dan  inovatif.  Filsafat  ilmu  memberikan  spirit  bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi.
Menyadari  pentingnya  peran  dari  filsafat  ilmu  dalam  konteks  pengetahuan  sains  maka makalah  ini  menyebutkan  beberapa  hal  tentang bagaiaman  proses  fenomena  tersebut  terjadi, bagaimana  hukum  atau  teori  yang  telah  dikemukakan  oleh  para  ilmuwan,  dan  apakah hakikat dari   ilmu   sains   itu  (ontologi,   epistimologi   dan   aksiologi   sains),   bagaimana   cara   sains menyelesaikan masalah, dan apa sajakah manfaat sains dalam kehidupan manusia. Hal tersebut akan dibahas lebih luas dan mendalam dalam makalah ini.
2.      Pengertian Ontologi
Menurut bahasa, Ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Menurut istilah, Ontology adalah   ilmu   yang   membahas   tentang   hakikat   yang   ada,   yang merupakan ultimate    reality baik    yang    berbentuk   jasmani/konkret    maupun rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004).
Menurut Suriasumantri (1985), Ontology membahas  tentang  apa  yang  ingin  kita  ketahui,  seberapa  jauh  kita ingin  tahu,  atau,  dengan  kata  lain  suatu  pengkajian  mengenai  teori  tentang  “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
apakah obyek ilmu yang akan ditelaah, bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan bagaimana  hubungan  antara  obyek  tadi  dengan  daya tangkap  manusia  (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
a)      Ontologi Sains/Ilmu
Ilmu  atau  science  secara  harfiah  berasal  dari  kata  Latin scire yang  berarti  mengetahui.  Karena  itu, science  dapat  diartikan  “situasi” atau  fakta mengetahui,
sepadan  dengan  pengetahuan  (knowledge),  yang  merupakan  lawan  dari  intuisi atau kepercayaan.   Selanjutnya,   kata   science   mengalami   perkembangan   dan  perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi,kajian, dan percobaan - percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang  dikaji.
Dengan  demikian,  sains  yang  berarti  “pengetahuan”  berubah  menjadi “pengetahuan  yang  sistematis  yang  berasal  dari  observasi  indrawi.” Perkembangan berikutnya,  lingkup  sains  hanya  terbatas  pada  dunia  fisik,  sejalan dengan  definisi  lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik ”.
Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi  dan  sosiologi.  Inilah  karakter  sains  yang  paling  mendasar  dalam  pandangan epistemologi konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen  dapat  dilakukan, baik  terhadap  benda - benda  mati  (anorganik)  maupun makhluk  hidup  sejauh  hasil  eksperimen  dapat diobservasi  secara  indrawi.  Eksperimen pun  dapat  dilakukan  terhadap  manusia, seperti  yang  dilakukan  Waston  dan  penganut aliran behaviorisme klasik lainnya.
3.      Pengertian Epistemologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan,   sedangkan   logos   lazim   dipakai   untuk   menunjukkan   adanya pengetahuan sistematik.  Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan   sistematik   mengenai   pengetahuan.   Epistemologi   atau   teori pengetahuan   ialah cabang   filsafat   yang   berurusan   dengan   hakekat   dan lingkungan  pengetahuan,  pengandaian - pengandaian,  dan  dasar - dasarnya  serta pertanggungjawaban   atas  pernyataan  mengenai  pengetahuan   yang  dimiliki. (Dwi Hamlyn, History of Epstemology, dalam Amsal Bakhtiar. 2004 : 148).
Epistemologi  adalah  pembahasan  mengenai  metode  yang  digunakan untuk    mendapatkan    pengetahuan.    Epistemologi    membahas    pertanyaan - pertanyaan  seperti:  bagaimana  proses  yang  memungkinkan  diperolehnya  suatu pengetahuan?  Bagaimana  prosedurnya?  Hal – hal apa  yang  harus  diperhatikan agar  kita  mendapatkan  pengetahuan  yang  benar?  Lalu  benar  itu  sendiri  apa? Kriterianya apa saja? (Idris, Epistemologi / Filsafat pengetahuan. 2010). Dalam Kamus Webster disebutkan  bahwa  epistemologi  merupakan  “Teori  ilmu pengetahuan  (science) yang  melakukan  investigasi  mengenai  asal - usul,  dasar, metode, dan batas - batas  ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu.
Metode - Metode Untuk Memperoleh Ilmu Pengetahuan
a)      Empirisme
            Empirisme  adalah  suatu  cara/metode  dalam  filsafat  yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John  Locke,  bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan  jenis  catatan  yang  kosong  (tabula  rasa),dan  di  dalam  buku  catatan itulah  dicatat  pengalaman - pengalaman  inderawi. 
            Menurut  Locke,  seluruh  sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide - ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama - pertama dan sederhana tersebut. Ia memandang  akal  sebagai  sejenis  tempat  penampungan,yang  secara pasif menerima hasil - hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita  betapapun  rumitnya  dapat  dilacak  kembali  sampai  kepada  pengalaman - pengalaman inderawi yang pertama - tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom - atom  yang  menyusun  objek - objek  material.  Apa  yang  tidak  dapat  atau  tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak - tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal - hal yang factual.    
b)     Rasionalisme
            Rasionalisme  berpendirian  bahwa  sumber  pengetahuan  terletak  pada akal.  Bukan karena  rasionalisme  mengingkari  nilai  pengalaman,  melainkan pengalaman  paling - paling  dipandang  sebagai  sejenis  perangsang  bagi  pikiran. Para  penganut  rasionalisme  yakin  bahwa  kebenaran  dan  kesesatan  terletak  di dalam  ide  kita, dan  bukannya  di  dalam  diri  barang  sesuatu.  Jika  kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan,  maka kebenaran  hanya  dapat  ada  di  dalam  pikiran  kita  dan  hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c)      Fenomenalisme
            Bapak  Fenomenalisme  adalah  Immanuel  Kant.  Kant  membuat  uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk - bentuk pengalaman  dan  disusun  secara  sistematis  dengan  jalan  penalaran.  Karena  itu kita   tidak   pernah   mempunyai   pengetahuan   tentang   barang   sesuatu   seperti keadaannya  sendiri,  melainkan  hanya  tentang  sesuatu  seperti  yang  menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon). Bagi  Kant  para  penganut  empirisme  benar  bila  berpendapat  bahwa semua  pengetahuan  didasarkan  pada  pengalaman - meskipun  benar  hanya  untuk sebagian.    Tetapi    para    penganut    rasionalisme   juga    benar,    karena    akal memaksakan    bentuk - bentuknya    sendiri    terhadap   barang    sesuatu    serta pengalaman.
4.      Aksiologi
            Secara  etimologis,  Aksiologi  berasal  dari  dari  bahasa  Yunani, axios,  yang berarti  nilai,  dan logos,  yang  berarti  teori.  Terdapat  banyak  pendapat  tentang pengertian  aksiologi.  Menurut  Jujun  S.  Suriasumantri  aksiologi  adalah  teori  nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh. Menurut  Kamus Bahasa  Indonesia  (1995:19)  aksiologi  adalah  kegunaan ilmu  pengetahuan  bagi  kehidupan  manusia,  kajian  tentang  nilai - nilai  khususnya etika. Menurut  Wibisono  (dalam  Surajiyo,  2009:152)  aksiologi  adalah  nilai – nilai sebagai  tolak  ukur  kebenaran,  etika  dan  moral  sebagai  dasar  normative  penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
            Karena  manfaat  ilmu  sesungguhnya  terasakan  jika  ada  banyak orang  dapat mengapresiasikan  dan  menerima  ilmu  sebagai  suatu  kebaikan kolektif atau untuk kepentingan orang banyak sehingga akan kembali kebaikan tersebut kepada diri orang yang menemukannya.

Kamis, 23 Februari 2017

FILSAFAT ILMU



BAB I
PENGERTIAN DAN PEMIKIRAN FILSAFAT

1.        Pengertian Filsafat Ilmu
Pengetahuan  dimulai  dengan  rasa  ingin  tahu,  kepastian  dimulai  dengan rasa  ragu-ragu  dan  filsafat  dimulai  dengan  kedua-duanya. Berfilsafat  didorong  untuk  mengetahui  apa  yang  telah  kita  tahu  dan  apa  yang  kita  belum  tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini (Jujun, 2009)
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun dari bahasa yunani:  philosophia yang terdiri dari philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaana,pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi).  Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa Arabnya disebut failasuf.
Harun Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafa dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat.
Harun Nasution berpendapat bahwa  istilah  filsafat  berasal  dari  bahasa  Arab  karena orang  Arablah  yang  lebih  dulu  datang  dan  sekaligus mempengaruhi  bahasa  Indonesia  dari pada orang  Inggris.  Oleh  karena  itu,  dia  konsisten  menggunakan  kata falsafat, bukan  filsafat.  Buku - bukunya  mengenai  filsafat  ditulis  dengan falsafat, seperti Falsafat  Agama dan Falsafat serta Mistisisme dalam Islam.
Adapun beberapa pengertian pokok tenteng filsafat menurut kalangan filosof adalah:
1)      Upaya  spekulatif  untuk  menyajikan  suatu  pandangan  sistematik  serta  lengkap  tentang seluruh realitas.
2)      Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3)      Upaya   untuk   menentukan   batas- batas   dan   jangkauan   pengetahuan ; sumber,  hakikat, keabsahan dan nilainya.
4)      Penyelidikan   kritis  atas  pengandaian-   pengandaian dan pernyataan- pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5)      Disiplin  ilmu  yang  berupaya  untuk  membantu  Anda  melihat  apa  yang  Anda  katakan  dan mengatakan apa yang Anda lihat.
A.      Definisi Filsafat Menurut Beberapa Ahli
a)      Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa objek filsafat adalah penemuan kenyataan atau kebenaran absolut(keduanya sama dalam pandangannya), lewat “dialektika”.
b)      Aristoteles  (384-332  SM),  tokoh  utama  filosof  klasik, menyatakan  bahwa  filsafat  menyelidiki sebab dan asas segala terdalam dari wujud. Karena itu, ia menanamkan filsafat dengan “teologi” atau  “filsafat  pertama”. Dia sampai pada kesimpulan bahwa setiap gerak di alam ini digerakkan oleh yang lain. Karena itu, perlu menetapkan satu penggerak pertama yang menyebabkan gerak itu, sedangkan dirinya sendiri tidak bergerak. Penggerak pertama ini sama sekali terlepas dari materi; sebab kalau ia materi, maka ia juga mempunyai potensi gerak. Allah, demikian Aristoteles, sebagai penggerak Pertama adalah Aktus Murni. Dan ia adalah salah seorang filosof  Yunani kuno yang mengatakan bahwa filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, dan kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi).
c)      AlFarabi (W 950 M), seorang filosof Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina berkata,” Filsafat  ialah  ilmu tentang alam  yang maujud dan  bertujuan    menyelidiki  hakikatnya yang sebenarnya.”

B.       Karakterristik Berfikir Seorang Filsafat
Ada   tiga   karakteristik   berpikir   filsafat   yang   pertama   adalah   sifat menyeluruh.  Yang  kedua  adalah  sifat  mendasar.  Yang  ketiga  adalah  sifat spekulatif. Bidang  Telaah  Filsafat selaras dengan  dasarnya  yang  spekulatif, maka  dia  menelaah  segala  masalah yang   mungkin  dapat   dipikirkan  oleh manusia.  Sesuai  dengan fungsinya   menjawab    sebagai pionir  dia mempermasalahkan  hal-hal  yang  pokok:  terjawab  masalah  yang  satu,  diapun mulai merambah pertanyaan lain (Jujun, 2009)
C.      Cabang - cabang Filsafat
Cabang - cabang filsafat antara lain:
1.      Epistemologi (Filsafat pengetahuan);
2.      Etika (Fisalfat moral);
3.      Estetika (Filsafat seni);
4.      Metafisika ;
5.      Politik (Filsafat pemerintahan);
6.      Filsafat Agama ;
7.      Filsafat ilmu ;
8.      Filsafat pendidikan ;
9.      Filsafat Hukum ;
10.  Filsafat sejarah ;
11.  Filsafat matematika. Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi, yakni : 1. Logika (apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah). 2. Etika (mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk). 3. Estetika (apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek)
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang   secara   spesifik   mengkaji   hakikat   ilmu   (pengetahuan   ilmiah). Ilmu merupakan  cabang  pengetahuan  yang  mempunyai  cirri - ciri  tertentu.  Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu - ilmu alam dengan ilmu - ilmu  sosial,  namun  karena  permasalahan - permasalahan  teknis  yang  bersifat khas,  maka  filsafat  ilmu  sering  dibagi  menjadi  filsafat  ilmu - ilmu  alam dan filsafat ilmu - ilmu sosial. Filsafat  ilmu  merupakan  telaahan  secara  filsafat  yang  ingin  menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:
1)      Ontologi
Obyek  apa  yang  ditelaah  ilmu?  Bagaimana  wujud  yang  hakiki  dari  obyek tersebut?  Bagaimana  hubungan  antara  obyek  tadi  dengan  daya  tangkap manusia  (seperti  berpikir,  merasa  dan  mengindera) yang  membuahkan  pengetahuan.
2)      Epistemologi
Bagaimana   proses   yang   memungkinkan   ditimbanya   pengetahuan   yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal - hal apa yang harus diperhatikan agar   kita   mendapatkan   pengetahuan   yang   benar?   Apa   yang   disebut kebenaran  itu  sendiri?  Apakah  kriterianya?  Cara/teknik/sarana  apa  yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu.
3)      Aksiologi
Untuk  apa  pengetahuan  yang  berupa  ilmu  itu  dipergunakan?  Bagaimana kaitan   antara   cara   penggunaan   tersebut   dengan   kaidah - kaidah moral? Bagaimana   penentuan   obyek   yang   ditelaah   berdasarkan   pilihan - pilihan moral?   Bagaimana   kaitan   antara   teknik   prosedural   yang   merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma - norma moral/professional (Jujun, 2009)











BAB II
PENALARAN, LOGIKA DAN SUMBER PENGERTAHUAN

2.        Penalaran
Manusia adalah  makhluk  ciptaan  Tuhan   yang   paling  sempurna dibandingkan   makhluk  hidup lain (hewan  dan  tumbuhan),  sedangkan pengetahuan  adalah  segala sesuatu yang  diketahui  manusia. Manusia  dalam  kehidupannya  memerlukan  pengetahuan,  karena  manusia mempunyai  sifat  rasa ingin tahu tentang sesuatu, dan rasa ingin tahu itu selalu berkembang dari waktu ke  waktu,  juga  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup  manusia  yang  selalu  berubah dan meningkat.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan    yang    berupa    pengetahuan. Penalaran  menghasilkan pengetahuan yang  dikaitkan   dengan   kegiatan   berpikir   dan   bukan   dengan perasaan,   tetapi   tidak   semua   kegiatan   berpikir  menyandarkan   diri   pada penalaran. Jadi  penalaran  adalah  kegiatan  berpikir  yang  mempunyai karakteristik tertentu  dalam  menemukan  kebenaran.   Sebagai  suatu  kegiatan  berpikir  maka penalaran mempunyai cirri - ciri tertentu, yaitu :
a)      Adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika.
b)      Proses berfikirnya bersifat analitik
Penalaran    merupakan    suatu    proses    berpikir    yang    membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Perasaan adalah    suatu    penarikan    kesimpulan    yang    tidak    berdasarkan    penalaran. Intuisi  adalah  suatu  kegiatan  berpikir  yang  nonanalitik  yang  tidak  mendasarkan diri pada pola pikir tertentu.
3.        Logika
Suatu  penarikan  kesimpulan  baru  dianggap  sahih  (valid)  kalau  proses penarikan  kesimpulan  tersebut  dilakukan  menurut  cara  tertentu.  Cara  penarikan kesimpulan  ini  disebut  logika.  Secara  lebih  luas logika  didefinisikan  sebagai  “pengkajian  untuk  berpikir sacara  sahih”.  Cara  penarikan  kesimpulan berdasarkan  penalaran  ilmiah,  yaitu  logika  induktif  dan  logika deduktif.  Logika induktif  merupakan  penarikan  kesimpulan  dari  kasus - kasus  individual  nyata (khusus)  menjadi  kesimpulan  yang  bersifat  umum,  sedangkan  logika  deduktif merupakan  penarikan  kesimpulan  dari  hal  yang  bersifat  umum  menjadi  kasus yang   bersifat   individual   (khusus). Penarikan   kesimpulan   secara   deduktif menggunakan  pola  berpikir  silogisme.  Disusun  dari  dua  buah  pertanyaan  dan sebuah kesimpulan.
4.        Sumber Pengetahuan
Pengetahuan dapat diperoleh dari :
1. Pengalaman;
2. Wahyu;
3. Otoritas;
4. Berpikir deduktif;
5. Berpikir induktif;
6. Metode ilmiah.
Pada   dasarnya   terdapat   dua   cara   yang   pokok   bagi   manusia   untuk mendapatkan  pengetahuan  yang  benar.  Yang  pertama  adalah  mendasarkan  diri kepada  rasio  dan  yang  kedua  mendasarkan  diri  kepada  pengalaman.  Kaum rasionalis  mengembangkan  paham  apa  yang  kita  kenal  dengan  rasionalisme sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan paham yang disebut dengan empirisme.
 Kaum   rasionalis   beranggapan   bahwa   pengetahuan   didapatkan   lewat penalaran   rasional   yang   abstrak sedangkan   kaum   empirisme   pengetahuan manusia  didapatkan  lewat  bukti  konkret.  Selain  rasionalisme  dan  empirisme masih  terdapat  cara  untuk  mendapatkan  pengetahuan  yaitu  intuisi  dan  wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.  Suatu  masalah  dalam  pikiran  namun  menemui  jalan  buntu,  tiba - tiba saja  muncul  di  benak  kita  yang  lengkap  dengan  jawabannya  dan  kita  merasa yakin  bahwa  itulah  jawabannya  namun  kita  tidak  bisa  menjelaskan  bagaimana caranya kita sampai ke sana Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Wahyu pengetahuan  yang disampaikan oleh Tuhan kepada para nabi dan rasul - rasulnya.
5.        Kriteria Kebenaran
1)      Teori Koherensi
Menurut teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila pernyatan itu bersifat   koheren   atau   konsisten   dengan   pernyataan sebelumnya   yang dianggap   benar. Ahli   filsafat   yang  mengembangkan   teori   koherensi, diantaranya Plato (427 - 347 SM) dan Aristoteles (384 - 322 SM).
2)      Teori Korespondensi
Menurut  teori  korespondensi  suatu  pernyataan  adalah  benar  jika  materi pengetahuan   yang   dikandung   pernyataan   itu   berkorespondensi   dengan obyek  yang  dituju  oleh  pernyataan  tersebut. Ahli  filsafat  dalam  aliran  ini adalah Bertrand Russel (1872 - 1970).
3)      Teori Pragmatis
Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan  tersebut  bersifat  fungsional  dalam  kehidupan  praktis. Teori  ini dicetuskan oleh Charles S. Piece (1839 - 1914).













DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010.
Rapar,Jan Hendrik. Pengantar Filsafat,Yogyakarta: Kanisius,1996.
S.  Suriasumantri,  Jujun. Filsafat  Ilmu:  Sebuah  Pengantar  Populer.  Jakarta:   Pustaka Sinar Harapan, 2009.